Tumgik
astianakgembala · 1 year
Text
27/11/22
Hari ini, aku betul-betul hampir menyerah. Aku gak punya alasan, tapi hari-hariku begitu melelahkan. Kegiatanku tidak sepadat itu, tidurku cukup, makanku cukup, tapi kapanpun aku selalu kehilangan energi. Dadaku selalu sesak, berdebar, dan penuh kehawatiran. Satu hal yang selalu aku pikirkan untuk diriku sendiri; “ayo bawa saja diri ini menyerah, ini terlalu menyesakkan dada”.
Terhitung hingga saat ini, aku sudah 2 kali melukai diriku sendiri. Tanganku yang penuh goresan pecahan gelas, gunting, dan pisau dapur jadi saksi betapa tidak sanggupnya aku menahan sakit di dada yang aku rasa. Aku selalu merasa sendirian padahal aku sadar banyak banget orang yang ada di sekeliling aku. Aku selalu mencari validasi bahwa aku worth it, tapi semuanya gapernah bikin aku ngerasa kalau aku berharga. Mungkin banyak orang bakal bilang aku berlebihan, tapi aku betul-betul lelah. 
1 note · View note
astianakgembala · 3 years
Text
berhenti berandai-andai untuk hal yang sudah terjadi
Tiba tiba teringat sebuah nasehat yang mana nasehat itu terus berputar-putar dalam pikiran, dan perasaan terus mevalidasinya dengan bilang “gila ini nasehat ngena banget, tepat sasaran dan bener-bener jadi pengingat”. Dalam nasehat itu disampaikan:
“sadar gak kalian kalau mengandai-andaikan sesuatu yang udah lewat tuh dosa hati yg gak terasa? Seolah-olah gak percaya bahwa itu bagian dari qodar! Banyak dari kita yang kadang gak sadar ketika bilang ‘duh andai aja waktu itu aku daftar kuliah disini, pasti aku lulus lebih cepet, kerja lebih cepet, dan bisa segera nikah, bangun rumah tangga dan memiliki anak’ sadar gak kalian kalau andai-andainya kalian yang kayak gitu tuh kerentek hati yang menggiring kearah gak percaya sama qodar?”
DEG
Seolah-olah anak panah yang dilepas dan melesat kencang, dia lurus dan sampai tepat sasaran.
Bahkan sampai perumpamaannya pun berasa seperti “ini kok aku banget?”. Sebagai anak muda yang masih punya banyak waktu luang untuk merenungi diri sendiri, ini bener-bener menggetarkan iman sih haha. Atas segala hal yang pernah aku lalui, dan setiap keputusan yang aku ambil, kebenarannya memang aku sering banget punya perasaan hati seperti itu, bertanya-tanya dan kebingungan dalam proses pencarian. Nasehat diatas ngebantu aku buat sadar, dan meng-clear-kan bahwa aku memang seharusnya meminimalisir bahkan berusaha buat berhenti berandai-andai kayak gitu, ya kan dosa. Dengan yakin sama nasehat itu juga, ngajarin aku buat ikhlas dan percaya sama doa, kalau apapun yang aku jalani sekarang, emang buah dari doaku, dan doa orang-orang yang mendoakanku, tidak perlu diandai-andaikan. Aku sadar penuh selalu berdoa minta kebaikan dunia dan akhirat, juga selalu bilang “ya Allah apabila ada qodar buruk yg akan menimpaku, ubah dan gantilah dengan qodar baik dr sisiMu”, jadi kenapa harus ragu? Apapun yang terjadi dan apapun yang diusahakan sama aku bahkan sampai hari ini adalah bentuk qodar baik dari Allah.
Ya memang wajar banget punya perasaan kayak gitu, apalagi jadi anak muda yang masih kejebak dalam fase quarter life crisis, liat hidup orang kok keren, achievement nya banyak, lulus cepet, sudah mulai membangun rumah tangga, dan banyak lagi hal yang bisa dijadikan keiri hatian dan dengki. Tapi yaudah, sebagai fitrahnya bahwa nasehat adalah sebuah pengingat, ketika aku dan mungkin kita punya perasaan sekeruh itu dan penuh rasa penyesalan, kita bisa cepet-cepet ingat dan mengingatkan bahwa perasaan seperti itu tidak lebih baik daripada mensyukuri apa yang sudah dijalani, memercayainya bahwa semua itu rangkaian rencana Allah, dan terus berusaha lebih baik lagi.
Bukankah banyaknya hal buruk yang terjadi akan baik-baik saja ketika kita tidak menyesalinya?
0 notes
astianakgembala · 3 years
Text
Jadi Orang Baik
Tumblr media
Dari sekian banyak drama yang udah aku tonton, I’ts Okay to Not Be Okay adalah salah satu tontonan yang ngasih cukup banyak pelajaran kecil buat aku secara pribadi. Sesuai dengan pesan yang disampaikan salah satu adegan diatas, menurutku jadi manusia tuh emang harus sering-sering ngerasa cukup dan yaaa biasa aja. Selalu ngerasa paling, paling, dan paling, entah itu paling baik, paling hebat, paling banyak berjuang, paling menderita, paling gak ada yang ngertiin dan segala jenis paling tuh cuma bikin kita semakin memupuk ego yang ada dalam diri tumbuh mengakar dan menjadi-jadi. 
Kutipan diatas sebenernya jadi tamparan buat aku pribadi, baik itu ngingetin buat lebih semangat ngejalanin hari, atau buat lebih bisa mengerti cerita orang lain. Alesannya kenapa? Yang pertama, ya aku seharusnya sadar, dari sekian banyak orang, pada umumnya hanya orang2 yang pernah mengalami penderitaan yang tau rasanya menderita, so ekspektasi aku ke mereka ketika aku bercerita dan berkeluh kesah ya jangan ketinggian, gak semua dari mereka pernah ngalamin posisi yang sama, atau minimal mengerti rasanya berada di posisi yang sama. Maka dari itu, ya aku memang harus bangkitin diriku sendiri, jadiin koping cerita aku ke mereka sebagai upaya diri buat sedikit melegakan kemumetan, dan biar masalah gak cuma berputar-putar dikepala. Sebatas itu, selebihnya ya jangan berharap banyak. 
Yang kedua, kutipan diatas jadi pelajaran juga buat aku memposisikan diri ketika ada orang lain yang cerita, ini sebagai reminder kalau aku tuh “aku” loh, bukan mereka, kalaupun masalahku lebih berat dari mereka, kekuatan setiap diri nerima masalah tuh beda, koping setiap org beda, dan mungkin jalanku lebih terang buat nemuin jalan keluar sedangkan mereka engga, jadi posisiin diri dengan engga ngerasa hebat pada siapapun. Karena mungkin aja, aku gak sepenuhnya mengerti penderitaan mereka, atau perasaanku beda dengan mereka ketika dapet masalah yang sama, jadi menurutku, alangkah lebih baiknya buat lebih banyak mendengarkan dan membuka diri dengan segala penderitaan mereka, sampaikan pada mereka bahwa sebagai manusia aku hanya bisa sebatas menerka-nerka, dan mungkin aja aku gabisa 100% paham akan perasaan yang dirasain sama mereka, lalu hadirkan diri dan tunjukkan bahwa dengan segala keterbatasan itu aku berusaha peduli. Sebatas itu, cukup kok buat jadi orang baik! Semangat aku! 
0 notes
astianakgembala · 3 years
Text
Mengerti bahwa Orang Tua juga Manusia✨
sore ini ngobrol-ngobrol singkat bareng Athaya tentang kekesalan kita sebagai anak dewasa muda yang seringkali dikasih feedback kurang baik sama org tua ketika kita mengeluh
selama ini, aku juga sering gak terima dan rasanya mau angkat kaki dari rumah kalo respon mereka buruk bahkan gak masuk diakal aku ketika aku ngeluh, ya kita semua pasti inginnya didengerin, dimengerti, dan diterima dengan sebaik-baiknya, tapi kenyataannya nol besar :( 
suatu hari, aku pernah diposisi sangat amat gak terima sama sikap mereka, yang aku lakuin ya berontak, ngebalik-balikin semua perkataan mereka, nyalah-nyalahin mereka, aku ngelakuin itu dengan tanpa pikir panjang dan hanya berlandaskan pada prinsip bahwa sebagai anakpun aku juga manusia yang ingin didenger, yang argumenku sah buat disampaikan, dan aku berhak bersuara. waktu itu aku pikir itu hal bener dan melegakan, tapi ternyata ga sesingkat itu, aku malah balik diserang, dikatai kalau aku gabisa dikasih tau, dan sebagainya 
lama kelamaan aku take time dan mikir, sikap aku yang kayak gitu tuh sepertinya salah, gak semua perasaan dan pikiran harus disuarakan dengan lantangnya tanpa tau tempat juga risikonya. dengan aku melawan orang tuaku, yang aku dapet cuma fakta bahwa mereka sakit hati, dan kenyataan bahwa aku berdosa sebagai seorang anak. 
padahal, aku dan orang tuaku sama-sama manusia, dalam menjalani perannya masing-masing kita sama-sama belajar, aku sebagai anak, dan mereka sebagai orang tua. orang tua ku bukan panutan sempurna yang gak mungkin gak ngelakuin salah, mereka juga tumbuh dari luka, kerasnya kehidupan, rasa sakit, kecewa, dan gagal. 
terus aku paham, salah satu alasan mereka memperlakukan aku kayak gitu, ya karena mereka dulu juga diperlakukan seperti itu oleh orang tua mereka, direspon dengan nasehat bertubi-tubi, dituntut buat gak jadi orang lemah, dan sebagainya. pola asuh tuh emang kadang jadi suatu hal yang diturunkan dan berulang dari generasi ke generasi. tanpa disadari memang keahlian manusia adalah meniru, tapi kita suka lupa kalau meniru semuanya bulat-bulat tanpa dipilih mana yang seharusnya diperbaiki juga bukan suatu hal yang dapat dibenarkan. 
mungkin orang tua ku, dan orang tua banyak orang diluar sana gak ngerasa bahwa hal itu melukai perasaan anaknya. tapi disisi lain, ketika seseorang tau bahwa dimarahi tuh gaenak, mrk suka lupa juga rasa itu, dan tetap memarahi anak-anaknya. jadi kalau kita ngerasa sebagai anak dengan posisi itu tuh berat, jadi orang tua juga bukan suatu hal yang ringan. 
diumur segini kayaknya emang udh seharusnya sama-sama bisa mikir dan mengerti. dijadikan pelajaran, sikap manis orang tua ke kita semoga selalu diingat dan dipegang erat-erat sebagai bukti bahwa kita tetap dicintai sepenuh hati, sedangkan sikap yang mengecewakan dan melukai semoga jadi penguat buat kita sebagai anak agar bisa tumbuh lebih baik lagi. 
0 notes
astianakgembala · 4 years
Text
1
Dini hari ini sebenernya tugas saya banyak banget, buku referensi yang seharusnya saya baca juga masih sekedar list-list yang gak pernah saya  upayakan untuk baca atau sekedar akses, terus waktu buka note book lecture kuliah saya, kok bolong bolong? 
Lalu saya recall seharian ini saya kenapa, saya masuk kelas lecture, dengerin dosen ngajar, banyak banget yang saya bingung, yang ujung-ujungnya gak saya perhatiin juga tuh dosen, tapi kok temen-temen saya lancar nyautin materi-materi dosen? terus saya beneran diem dan mikir, saya kenapa sih ? 
Saya serius gak sih ada disini? kalau iya serius, kenapa usaha saya segitu-segitu aja? Saya semakin diem dan gak tau harus gimana. 
Saya happy gak sih ada disini? kalau iya happy, kenapa nemuin alasan bahagia dan nyaman disini kok susah banget?
Emang bukan hal bohong sih kalau ada disini itu amat sangat bukan hal mudah. Too many pressure. Dari dosen yang nuntut ini itu, dari temen yang ternyata bisa aja saling ngejatuhin dan susah banget cari pertolongan, lingkungan yang ninggalin gitu aja, dan utamanya dari dalam diri saya sendiri, kenapa sih saya gagal lagi? kenapa temen saya bisa itu tapi saya masih gagap-gagap aja? hah kok temen saya tau, tapi saya engga? saya cuma diem natap langit-langit kamar, “saya selama ini capek, tapi kok saya gak maju-maju, apa usaha saya kurang banyak ya? iya lah jelas, temen2 udh jauh didepan tuh” terus saya makin nyalah-nyalahin diri saya sendiri. 
Tapi kadang saya cari hal-hal buat ngebela diri saya, karena saya ngerasa diri saya gak salah kok, terus mikir “oh gapapa, ini kan dunia, jalani aja semampu saya” “itung-itung nunggu ibadah aja, jalanin dunia sebaik-baiknya deh” tapi itu gak bener-bener bikin saya tenang, saya beneran masih ngelamun.
Ada hal yang bener-bener ngebebani saya banget; 
Bapak Mama ngerasa sia-sia gak ya punya saya? 
Lama-lama saya nangis didepan laptop, dibalik selimut. Terus saya mau nyerah aja, tapi saya malu. 
1 note · View note